Kata Pengantar
Segala puji hanya bagi Allah Swt. Karena atas karunia, rahmat, dan
hidayatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul SASTRA DAN
PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK. Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai
salah satu tugas mata kuliah Psikosastra.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Dosen mata kuliah Psikosastra.
Penyusun menyadari bahwa isi dalam makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar
makalah ini bisa lebih baik. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi
penyusun khususnya dan kita semua umumnya dan semoga Allah subhanahuwata’ala
selalu memberikan hidayahnya kepada kita.
Penyusun
Hal
II PEMBAHASAN
III PENUTUP
BAB I
Anak tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah maupun dalam
lingkungan keluarga. Sehingga kemampuan kognitif sangat diperlukan anak dalam
pendidikan. Perkembangan kognitif
merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan anak . Kita
ketahui bahwa anak merupakan objek yang berkaitan langsung dengan proses
pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan keberhasilan
anak dalam sekolah.
Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga
kependidikan yang bertanggung jawab dalam pengembangan kognitif anak perlu
memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan kognitif pada anak
didiknya.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena,
perkembangan dan pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun,
sebagian pendidik dan orang tua belum terlalu memahami tentang perkembangan
kognitif anak, proses perkembangan kognitif, dan pengaruh sastra terhadap
perkembangan kognitif anak.
Melalui makalah ini kami mencoba untuk mengangkat masalah
perkembangan kognitif anak agar guru dan orang tua dapat memberikan layanan
pendidikan atau melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan
kognitif masing-masing anak.
Dari latar belakang perkembangan kognitif anak , dapat kita ambil
masalah-masalah yang mendasar terhadap perkembangan kognitif, antara lain:
1.
Apa
pengertian perkembangan kognitif?
2.
Bagaimana
proses perkembangan kognitif?
3.
Apa
saja karakteristik perkembangan kognitif anak?
4.
Apa manfaat
sasta terhadap perkembangan kognitif anak?
Didalam penulisan makalah ini ada beberapa tujuan yang kami
jabarkan, diantaranya adalah:
1.
Menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai perkembangan kognitif anak.
2.
Berharap
dapat berpartisipasi dalam meningkatkan kemampuan kognitif anak.
BAB II
Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan
kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana,
dijelaskan kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk
berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan
masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan anak
menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan
fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah
satu aspek perkembangan anak yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua
proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan
memikirkan lingkungannya.
Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari
perkembangan individu dalam memahami dunia, yaitu; pengorganisasian dan
penyesuaian. Untuk membuat dunia kita masuk akal, kita mengorganisasikan
pengalaman-pengalaman kita. Misalnya, kita memisahkan gagasan penting dari
gagasan-gagasan yang kurang penting. Kita mengaitkan suatu gagasan dengan
gagasan lain. Namun, kita tidak hanya mengorganisasikan pengamatan-pengamatan
dan pengalaman-pengalaman kita, kita juga menyesuaikan pemikiran kita untuk
meliput gagasan-gagasan baru.
Piaget (1954) yakin bahwa penyesuaian diri (adaptasi) dilakukan
dalam dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi (assimilation) terjadi
ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang
sudah ada. Akomodasi (accomodation) terjadi ketika individu menyesuaikan diri
dengan informasi baru. Akomodasi dan asimilasi ini kemudian membentuk struktur
berpikir, yang oleh Piaget disebut skema (“Schema/Schemata”). Skema mengacu
kepada unit (atau unit-unit) dasar atau suatu pola pemfungsian sensori-motorik
yang terorganisasi.
Piaget berpikir bahwa asimilasi dan akomodasi berlangsung sejak
kehidupan bayi yang masih sangat kecil. Bayi yang baru lahir secara refleks
mengisap segala sesuatu yang menyentuh bibirnya (asimilasi), tetapi setelah
beberapa bulan pengalaman, mereka membangun pemahaman mereka tentang dunia
secara berbeda. Beberapa objek, seperti jari dan susu ibu, dapat diisap, dan
objek lain, seperti selimut yang berbulu halus sebaiknya tidak diisap
(akomodasi). Tahapan-tahapan pemikiran ini secara kualitatif berbeda dari
setiap individu. Cara anak berpikir pada satu tahap tertentu sangat berbeda
dari cara mereka berpikir pada tahap lain.
Ide-ide dasar Teori Piaget dalam Perkembangan Kognitif.
Beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan
kognitif anak menurut piaget, antara lain:
1.
Anak adalah pembelajar yang aktif.
Menurut Piaget, anak itu tidak hanya mengobservasi dan mengingat
semua yang mereka lihat dan mereka dengar secara pasif. Padahal secara natural
mereka memiliki rasa ingin tahu tentang dunia mereka dan secara aktif berusaha
mencari informasi untuk membantu pemahaman dan kesadarannya tentang realitas
dunia yang mereka hadapi itu.
Dalam memehami dunia mereka sacara aktif, anak menggunakan “schema”
(skema) seperti yang disebutkan oleh Piaget, yaitu konsep-konsep atau kerangka
yang ada dalam pikiran anak yang digunakan untuk mengorganisasikan dan
menginterpretasikan informasi.
2.
Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari pengalamannya.
Anak-anak itu tidak hanya mengumpulkan semua yang mereka pelajari
dari fakta-fakta yang terpisah menjadi suatu kesatuan. Sebaliknya anak
memberikan gambaran khusus untuk membangun suatu pandangan menyeluruh tentang dunia dan kehidupan
sehari-hari.
3.
Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi
dan akomodasi.
Ketika anak
menggunakan dan beradaptasi terhadap skema yang mereka buat, ada dua proses
yang bertanggung jawab yaitu assimilation dan akomodasi. Asimilasi terjadi
apabila seorang anak memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang
sudah ada, yaitu anak mengasimilasikan lingkungan kedalam suatu skema.
Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru, yaitu anak
menyesuaikan skema yang dimilikinya dengan lingkungannya.
4.
Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya peningkatan ke arah
bentuk-bentuk pemikiran yang lebih komplek.
Menurut Piaget,
ketika anak melalui proses penyesuaian asimilasi dan akomodasi system kognisi
anak berkembang dari satu tahap ke tahap yang selanjutnya, sehingga
kadang-kadang mencapai keadaan equilibrium, yaitu keadaan seimbang antara
struktur kognisinya dan pengalamannya dilingkungan.
Menurut Piaget,
pikiran anak kecil berbeda secara kualitatif dibandingkan dengan anak yang
lebih besar. Maka dia menolak tentang definisi intelegensi yang didasarkan pada
jumlah jawaban yang benar dalam suatu tes intelegensi.
Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, ada dua alternative
proses perkembangan kognitif yaitu pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang
dikemukakan oleh Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar
psikologi pemprosesan informasi.
1.
Teori Perkembangan Kognitif Piaget.
Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi
sampai dia dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai
dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat
tingkat perkembangan kognitif, yaitu tahap sensori-motorik (dari lahir sampai 2
tahun), tahap pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap
konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun), dan tahap operasional formal
(usia 11 tahun ke atas), dalam buku karangan Desmita (2009:101) dan (Anwar
Holil, 2008).
a.
Tahap Sensori-Motorik (usia 0 sampai 2 tahun)
Desmita (2009:101) Dikatakan bahwa bayi bergerak dari tindakan
reflex instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi
membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian
pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik. Dalam postingnya, (Arya,
2010) ”Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium
sensori motorik ini, inteligensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas
motorik sebagai reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah
tindakan konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja.” Pada
proses ini Piaget menamakan proses desentrasi, artinya anak dapat memandang
dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda.
b.
Tahap Pra-Operasional (usia 2 sampai 7 tahun)
Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata
dari berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan
pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik
(Desmita, 2009). Begitu juga dari sumber posting (Joesafira,2010) pada tahapan
pra-operasional menurut piaget ada beberapa ciri antara lain:
1)
Berpikir
pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu (secara perseptual,
emosional-motivational, dan konsepsual) untuk mengambil perspektif orang lain.
2)
Cara
berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi
dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya
hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi yang lain dan
akhirnya juga mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi ini.
3)
Berpikir
pra-operasional adalah tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum mampu
untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah
yang sebaliknya.
4)
Berpikir
pra-operasional adalah terarah statis.
5)
Berpikir
pra-operasional adalah transductive (pemikiran yang meloncat-loncat). Tidak
dapat melakukan pekerjaan secara berurutan.
6)
Berpikir
pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek tidak
berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja.
c.
Tahap Konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun)
Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai
peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam
bentuk-bentuk yang berbeda (Desmita, 2009). Tetapi dalam tahapan
konkret-operasional masih mempunyai kekurangan yaitu, anak mampu untuk
melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit.
Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah secara verbal,
yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan
masalah ini dengan baik.
d.
Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak, logis,
dan lebih idealistik. Dalam blog (Joesafira, 2010) tahap operasional formal
mencakup dua hal, yaitu:
1)
Sifat deduktif-hipotesis
Ketika anak mendapatkan masalah, maka mereka akan membentuk strategi-strategi
penyelesaian berdasarkan hepotesis permasalahan tersebut. Maka dari itulah
berpikir operasional formal juga disebut berpikir proporsional.
2)
Berpikir operasional formal juga berfikir kombinatoris.
Berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai
tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah. Dengan menggunakan hasil
pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal
Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001) menunjukkan
bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa
remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
2.
Teori Pemprosesan Informasi.
Perkembangan kognitif dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan
system pemprosesan informasi sebagai alternatif terhadap teori kognitif Piaget.
Pada teori Piaget perkembangan kognitif digambarkan dengan berbagai tahap
tetapi, para pakar psikologi pemprosesan informasi lebih menekankan pentingnya
proses-proses kognitif atau menganalisis perkembangan keterampilan kognitif,
seperti perhatian, memori, metakofnisi dan strategi kognitif.
Setidaknya ada tiga dasar asumsi umum teori pemprosesan informasi
(Zigler & Stevenson, 1993) dalam buku Desmita(2009:116) yaitu:
a.
Pikiran
dipandang sebagai suatu system penyimpanan dan pengembalian informasi.
b.
Individu-individu
memproses informasi dari lingkungan.
c.
Terdapat
keterbatasan pada kapasitas untuk memproses informasi dari seorang individu.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat kita pahami bahwa teori
pemprosesan informasi lebih menekankan bagaimana individu memproses informasi
tentang dunia, bagaimana informasi masuk ke dalam fikiran, bagaimana
penyimpanan dan penyebaran informasi dan bagaimana pengambilan kembali
informasi untuk melaksanakan aktivitas yang kompleks. Sehingga inti dari
pendekatan pemprosesan informasi ini adalah proses memori dan proses berfikir.
Dalam buku (Desmita, 2009), Robert Siegler (1998) mendiskripsikan
tiga karakteristik utama dari pendekatan pemprosesan informasi, yaitu proses
berfikir, mekanisme pengubah, dan modifikasi diri. Seperti uraian diatas, kita
ketahui para ahli teori pemrosesan informasi menolak pendapat Piaget tentang
tahap-tahap perkembangan kognitif. Mereka percaya bahwa proses kognitif
berkembang secara gradual dan cendrung tetap. Berikut ini akan dikemukakan
kecendrungan perkembangan beberapa kemampuan kognitif anak, seperti persepsi,
atensi, dan memori.
karakteristik perkembangan kognitif anak dibagi dalam dua tahap
yaitu tahap usia sekolah (SD) dan Remaja (SMP dan SMA).
1.
Usia Sekolah (Sekolah Dasar)
Berdasarkan pada teori kognitif piaget, pemikiran anak-anak usia
sekolah dasar masuk dalam tahap pemikiran kongkret-operasional, yaitu masa
dimana aktivitas mental anak terfokus pada objek-objek yang nyata atau pada
berbagai kejadian yang pernah dialaminya. Menurut pieget, operasi adalah
hubungan-hubungan logis di antara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan
opersi kongkret adalahaktifitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan
peristiwa-peristiwa nyata atau kongkreat dapat di ukur. Desmita (2009:104).
Artinya anak usia sekolah dasar sudah memiliki kemampuan untuk
berpikir melalui urutan sebab akibat dan mulai mengenali berbagai cara
pemecahan permasalahan yang dihadapinya. Anak usia ini juga dapat mempertimbangkan
secara logis hasil dari sebuah kondisi atau situasi serta tahu beberapa aturan
atau strategi berpikir, seperti penjumlahan, pengurangan penggandaan,
mengurutkan sesuatu secara berseri dan mampu memahami operasi dalam sejumlah
konsep, seperti 5 x 6 = 30 dan 30 : 6 = 5 (Jhonson & Medinnus, 1974).
Dalam buku psikologi perkembangan anak karangan Desmita (2009:104)
menurut pieget, anak-anak pada masa kongkret operasional (masa sekolah SD) ini
telah mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungan dengan
sejumlah aspek yang berbeda secara serempak (Jhonson & Medinnus, 1974). Hal
ini adalah karena pada masa ini anak telah mengembangkan tiga macam proses yang
disebut dengan operasi-operasi: negasi, resiprokasi dan identitas.
a.
Negasi (negation)
Pada masa pra-opersional anak hanya melihat keadaan permulaan dan
akhir dari deretan benda, dengan kata lain mereka hanya mengetahui permulaan
dan akhirnya saja tetapi belum memahami alur tengahnya. Tetapi pada masa
kongkret opersional, anak memahami proses apa yang terjadi diantara kegiatan
itu dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya.
b.
Hubungan timbal balik (resiprokasi)
Ketika anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah,
anak mengetahui bahwa deretan benda-benda bertambah panjang, tetapi tidak rapat
lagi dibandingkan dengan deretan lain. Karena anak mengetahui hubungan timbale
balik antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang tetapi
lebih rapat, maka anak tahu pula bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua
deretan itu sama. Desmita (2009:105). Sehingga dalam masa ini anah mulai
mengerti tentang hubungan timbal balik.
c.
Identitas
Pada usia sekolah (SD) anak sudah mengetahui berbagai benda yang berada dalam suatu deretan, bisa
menghitung, sehingga meskipun susunan dalam deret di pindah, anak tetap
mengetahui jumlahnya sama. (Gunaris, 1990) dalam (Desmita,2009). Jadi, anak
pada usia sekolah (masa Konkrit operasional) dapat mengetahui identitas
berbagai benda dan mulai memahami akan susunan dan urutan tertentu.
2.
Remaja (SMP dan SMA)
Pada masa remaja, kemampuan anak sudah semakin berkembang hingga
memasuki tahap pemikiran operasional formal. Yaitu suatu tahap perkembangan
kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 dan 12 tahun dan terus berlanjut
sampai usia remaja sampai masa dewasa
(Lerner & Hustlsch, 1983) dalam (Desmita, 2009). Pada masa remaja, anak
sudah mampu berfikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik
kesimpulan dari informasi yang sudah tersedia.
Pada masa remaja, anak sudah mampu berfikir secara abstrak dan
hipotesis, sehingga ia mampu berfikir apa yang terjadi atau apa yang akan
terjadi. Mereka sudah mampu berfikir masa akan datang dan mampu menggunakan
symbol untuk sesuatu benda yang belum diketahui.
Sebagai sebuah karya, sastra anak-anak menjanjikan sesuatu bagi
pembacanya yaitu nilai yang terkandung di dalamnya yang dikemas secara
intrinsik maupun ekstrinsik. Oleh karena itu, kedudukan sastra anak menjadi
penting bagi perkembangan anak. Sebuah karya dengan penggunaan bahasa yang
efektif akan membuahkan pengalaman estetik bagi anak. Penggunaan bahasa yang
imajinatif dapat menghasilkan responsi-responsi intelektual dan emosional
dimana anak akan merasakan dan menghayati peran tokoh dan konflik yang ditimbulkannya,
juga membantu mereka menghayati keindahan, keajaiban, kelucuan, kesedihan dan
ketidakadilan. Anak-anak akan merasakan bagaimana memikul penderitaan dan
mengambil resiko, juga akan ditantang untuk memimpikan berbagai mimpi serta
merenungkan dan mengemukakan berbagai masalah mengenai dirinya sendiri, orang
lain dan dunia sekitarnya (Huck, 1987).
Pengalaman bersastra di atas akan diperoleh anak dari manfaat
yang dikandung sebuah karya sastra lewat unsur intrinsik di dalamnya yakni;
(1)
memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan
bagi anak-anak,
(2)
mengembangkan imajinasi anak dan membantu
mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, kehidupan, pengalaman atau gagasan
dengan berbagai cara,
(3)
memberikan pengalaman baru yang seolah
dirasakan dan dialaminya sendiri,
(4)
mengembangkan wawasan kehidupan anak menjadi
perilaku kemanusiaan,
(5)
menyajikan dan memperkenalkan anak terhadap
pengalaman universal dan,
(6)
meneruskan warisan sastra.
Selain nilai instrinsik di atas, sastra anak juga bernilai
ekstrinsik yang bermanfaat untuk perkembangan anak terutama dalam hal (1)
perkembangan bahasa, (2) perkembangan kognitif, (3) perkembangan kepribadian,
dan (4) perkembangan sosial.
Sastra yang terwujud untuk anak-anak selain ditujukan untuk
mengembangkan imajinasi, fantasi dan daya kognisi yang akan mengarahkan anak
pada pemunculan daya kreativitas juga bertujuan mengarahkan anak pada pemahaman
yang baik tentang alam dan lingkungan serta pengenalan pada perasaan dan
pikiran tentang diri sendiri maupun orang lain.
Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak-anak
juga berfungsi sebagai media hiburan dan pendidikan, membentuk
kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra
anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan
imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi
anak. (Wahidin, 2009).
Contoh sastra anak
Mati Lampu
Mati lampu adalah kesusahanku
Mati lampu adalah kebosananku
Mati lampu itu gelap gulita
Aku tidak bisa belajar
Aku tidak punya lampu teplok
Aku tidak punya lampu tabung
Apalagi genset
Aku susah mencari lilin
Aku sangat takut dijalan gelap
Walaupun ada bulan dan bintang
Jalan masih saja gelap bagiku
Kami terus menunggu lampu menyala
Sampai keesokan pagi
Hiduplah lampu terang benderang
Karya: Qorrie Aina Maryam.
Bahasa yang digunakan
pada puisi di atas, pasti bisa dipahami oleh anak-anak, karena mengggunakan
bahasa Indonesia. Hal yang diungkapkan tentang peristiwa yang sering dihadapi
oleh anak-anak yaitu tentang peritiwa mati lampu. Peritiwa mati lampu
pada puisi di atas, tidak lepas dari konteks keadaan negeri kita, yang dalam
kenyataanya memang sering mati lampu. Dengan mengerti keadaan ini, maka anak
yang membaca puisi diatas, semakin mengerti bahwa lampu listrik sangat penting
bagi anak-anak. Unsur kesenangan (hiburan) yang dapat diperoleh oleh
pembaca dari segi pembaitan yang menggunakan repetisi (pengulangan) untuk
keindahan rima (nada). Sehingga ada kesan tentang arti pentingnya lampu,
serta penggunaan kata-kata yang sering digunakan oleh anak-anak dalam
keseharian.
BAB III
Perkembangan kognitif pada anak merupakan suatu pembahasan yang
cukup penting bagi pengajar maupun orang tua. Perkembangan kognitif pada anak merupakan
kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan
penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam proses psikologis yang berkaitan dengan
bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Fungsi hakiki sastra anak adalah menghibur dan mendidik. Kedua
fungi ini tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Keduanya saling
mempengaruhi dan saling menguatkan. Selain itu, ada pula fungsi-fungsi lainnya
sesuai konteksnya.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Anak . Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Fatimah, E. 2010. Psikologi Perkembangan (perkembangan anak ).
Bandung: CV Pustaka Setia.
0 komentar:
Posting Komentar
berkomentar yang baik:
=> tidak mengandung sara
=> sopan
=> tidak berbau porno grafi, baik dalam bentuk gambar, link URL, Video.
=> tidak mengandung spam
maaf apabila komentar anda kami hapus atau tidak kami tampilkan